Hal Terpenting Dalam Menulis
Muhammad Faudzil Adhim adalah salah satu penulis yang tulisannya banyak memberikan inspirasi bagi hidup saya, termasuk inspirasi tuk menjadi seorang penulis. Tulisannya yang inspiratif dan menggugah serta pilihan kata yang menyentuh jiwa membuat setiap orang yang membaca tulisannya akan berpikir dan merenung menyelami keindahan isinya. Sehingga tak jarang, buku-buku yang telah ia telurkan laris manis dipasaran alias menjadi best seller.
Saya tidak hendak membahas tentang mas Faudzil Adhim dalam tulisan ini. Namun saya ingin sedikit berbagi kepada saudara terkait tulisan Bang Faudzil yang , sekali lagi, membuat saya mesti merenung kembali sebelum menumpahkan tinta-tinta hitam ke atas secarik kertas.
Saat saya membaca buku beliau yang berjudul “Inspiring Words for Writers” terbitan penerbit Pro You, diantara puluhan kata inspiratif yang tertuang dalam buku tersebut, ku temukan sebuah kalimat bijak yang begitu indah dan bermakna, namun membuat saya takut dan menyesal. Demikian bunyi lembar mutiara tersebut
“ Bukan ketidakmampuan menuangkan kata indah yang aku risaukan dari dirimu
bukan ketidakberdayaan menuangkan kalimat yang mengalir yang aku khawatirkan atas kamu sekalian
Bukan!!
Tetapi yang aku cemaskan adalah kebusukan yang dibalut dengan kebenaran, sehingga tampak sebagai kebenaran”
( Inspiring Words for Writer, page 101 )
Saya mulai membaca kalimat itu berulang-ulang tuk menemukan makna yang terpendam didalamnya.
Semakin saya berulang membacanya, semakin saya tertunduk takut. Bukan takut pada kata-katanya! Tapi takut pada sang Penggerak tangan kecil ini.
Hasrat yang besar tuk menjadi penulis, membuat banyak tulisan, dan membuat tulisan itu tampak indah, membuat saya melupakan satu hal yang sebenarnya jauh lebih penting dari sekedar mencipta banyak karya dan membalutnya dengan kata-kata indah. Apa hal terpenting itu? Tak lain dan tak bukan adalah kebenaran dari tulisan itu sendiri. Yang saya tangkap bukan hanya tulisan itu berisi sebuah fakta sehingga tulisan itu dikatakan benar, tapi lebih, lebih dari itu, yaitu kejujuran hati kita saat menulis.
Betapa saya pernah membuat sebuah tulisan yang sebenarnya tidak sesuai dengan keadaan saya. Hanya karena ingin tulisan terkesan memiliki kekuatan, indah dan menyentuh, saya mesti membohongi diri saya sendiri. Saya tidak hanya menipu orang lain yang membaca tulisan saya, tapi juga menipu diri saya sendiri.
Betapa saya begitu munafik. Dan ketakutan serta penyesalan saya semakin bertambah ketika teringat dengan sepotong firman Allah yang berbunyi “ dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Al Zilzalah:8)
Ya, sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan,baik atau buruk, maka kelak ia akan mendapatkan balasannya, dan setiap perbuatan yang kita lakukan harus bisa kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah Ta’ala.
Saya tidak tahu, apa yang mesti saya katakan dihadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatan buruk saya, termasuk kemunafikan saya saat menuang gagasan dalam bentuk tulisan. Mulut saya tidak akan mampu berkilah. Karena ia akan terkunci, sedangkan yang memberi bukti adalah anggota tubuh ini.
Hanya dengan bertaubat dan tidak mengulangi lagi perbuatan itulah, yang bisa memperingan balasan itu. Ya Allah, berikan hamba kekuatan dan keimanan untuk senantiasa melakukan perbaikan dan berada di jalanMu.Amin
bener banget mas..
LikeLike
Jadi takut…
>>tidak apa-apa mas. jadikan yang demikian itu sebagai pelecut semangat untuk selalu berusaha menulis yang lebih baik, belajar jujur terhadap diri sendiri.
itu yang sedang saya berusaha tuk lakukan.
LikeLike
hmmm.. gitu ya.. ^mikir^
selama ini saiia menulis.. dan hanya menulis.. ^ga pernah pake mikirin jadi apa nanti tulisan saiia^ huehehehehehe
baiklaaahhh.. saiia akan mencoba menulis yang baik dan inspiratif.. ^semangat^ 🙂
>>sebenarnya untuk para penulis pemula, seperti saya, hal itu tidak perlu dijadikan penghambat untuk menulis. menulis..ya menulis saja. apa yang ada dipikiran dikeluarkan. gak mungkin khan menulis gak pake mikir. hanya saja ketika kita ingin dan siap tulisan kita dibaca oleh orang lain. kita mesti lebih berhati-hati dalam menulis. supaya apa yang kita tulis tidak menyesatkan orang lain.
LikeLike
“ Bukan ketidakmampuan menuangkan kata indah yang aku risaukan dari dirimu
bukan ketidakberdayaan menuangkan kalimat yang mengalir yang aku khawatirkan atas kamu sekalian
Bukan!!
Tetapi yang aku cemaskan adalah kebusukan yang dibalut dengan kebenaran, sehingga tampak sebagai kebenaran”
( Inspiring Words for Writer, page 101 )
waw… ia ia.. bener..
>>alhamdulillah…syukurlah klo memang banyak yang setuju.
LikeLike
saya menulis aja tanpa ada tekanan ato takut ngga dibaca orang, yang penting kan menulis
>>opini di tampung.
iya, itu memang yang harus dilakukan oleh para penulis yang ingin produktif dalam menulis, terutama untuk para penulis pemula. boleh saja kita menulis apa saja yang ada dalam pikiran kita. tapi kita mesti hati-hati, jangan sampai tulisan yang kita buat, terutama tulisan yang berbentuk artikel atau semacam tips/ kiat-kiat, malah menimbulkan dampak yang buruk bagi para pembaca. wallahu’alam
LikeLike
wah, ternyata banyak juga buku karangan pak fauzil adhim.
(^_^)v
keknya musti baca buku itu nih aku. hoho.
semangat menulis!
>>semangat!!
terimakasih atas kunjungannya.
LikeLike
wah, jadi keinget blog saya…
saya tulis: “tak semua yang tampak benar di matamu benar-benar benar… ”
>>tak semua yang tampak benar dimata kita, benar dimata Allah.
LikeLike
menulis? mulailah dari apa yg terlintas dibenak.. dan JANGAN TAKUT untuk memulai.. 🙂 walo kadang mentok di ending :p
>>siiippp,dech!
terimakasih atas kunjungannya
LikeLike