Seuntai Kata bernama ‘Kematian’


senandung kematian

Senin, 5 September 2011

12.30. Malam ini entah kenapa aku ingin mengingat mati. Satu fase kehidupan yang pasti akan dialami setiap makhluk yang bernyawa. Aku, engkau bahkan semut kecil sekalipun. Aku membayangkan diriku terbujur kaku, hanya berbalut selembar kain kafan putih. Tidak ada kemeja kesayangan, kalung, cincin, atau sepatu keluaran terbaru yang sering kita pakai.  Hanya sendiri, gelap dan sepi. Lambat laun, rupa yang kita bangga-banggakan saat masih muda dulu, perlahan remuk, membusuk, dipenuhi belatung yang mencari santapan makan malam. Hingga tinggal tersisa tulang belulang yang menunggu giliran untuk lenyap. Kembali kebentuk asal. Tanah.

Saat aku dalam takut karena kesepian, tiba-tiba muncul dua sosok makhluk berjubah yang membuat takutku semakin memuncak, “si..si..siapa kalian?”tanyaku dengan bibir bergetar.  “kami adalah munkar dan nakir”jawab salah satu dari mereka. Tiba-tiba aku teringat kata guru ngaji sewaktu masih kecil dulu. Bahwa saat manusia di dalam kubur, akan datang dua malaikat bernama munkar dan nakir yang akan menanyai makhluk tentang tuhan, agama dan nabi mereka. Aku berharap mereka datang dengan wajah berseri lagi tersenyum, kemudian bertanya dengan lembutnya, ‘Siapa Tuhanmu?”, Siapa Nabimu?. Pertanyaan demi pertanyaan diajukan. Lagi-lagi aku berharap mampu menjawab seluruh pertanyaan sehingga aku bisa lulus dengan predikat jazid jiddan. Tapi aku sadar, kelancaran lisanku dalam menjawab setiap pertanyaan adalah buah dari amal ibadah yang kulakukan selama hidup di dunia. Tanpa itu semua, maka lisan ini seolah terkunci, amnesia mendadak. Akhirnya semua menjadi kacau. “Engkau tidak lulus, maka tempatmu neraka”. Naudzubillah tsumma na’udzubillah.

Terbersit rasa takut dalam diri, jika nanti lisanku tiba-tiba menjadi kelu dan kaku. Seluruh jawaban menjadi salah, akhirnya aku mengikuti jejak kaki ahli neraka. Kugenggam buku raporku dengan tangan kiri. Berisi berbagai catatan maksiat baik kecil atau besar.  Wajahku tentu akan sangat muram. Aku akan tersedu seraya berkata, “Ya Allah, seandainya Engkau beri aku kesempatan sekali lagi tuk hidup didunia, aku akan memperbaiki kesalahan-kesalahanku, aku akan perbanyak amal kebaikan, aku akan rajin sholat, berbakti pada orang tua dan rajin bersedekah, aku tidak akan menyepelekan dosa-dosa kecil dan aku akan berbuat baik pada sesama.” Ah, tapi sayang saat itu semua sudah terlambat. Nafas telah terhenti. Jantung tidak lagi berfungsi. Darah tidak lagi bereaksi. Dan sang waktu tidak bisa diputar kembali. Kita telah terima rapor kita masing-masing. Keputusan masuk surga atau neraka telah ada dibuku rapor itu. Kita tidak dapat mengelak lagi, karena  ada yang akan memberi bukti dengan saksi bisu mereka. yaitu saat mata, telinga, dan tangan menjadi saksi atas tindakan kita selama didunia. Sedang lisan dikunci rapat sehingga kita tidak bisa melakukan protes seperti yang sering kita lakukan saat berlagak jumawa di dunia.

Dan dimalam yang mulai larut ini, aku tengah mengingat mati-dzikru maut. Berharap hati kembali siaga untuk selalu mengingat Allah. Tidak lalai oleh tipu daya dunia yang sering kali melenakan, juga fisik yang pada akhirnya akan menua dan musnah. Aku harus membawa imanku dalam setiap langkah perjalanan hidup ini sambil terus berdo’a semoga dapat selamat dunia dan akhirat. amin

Published by

muhsinsakhi

lahir di sebuah perkampungan kecil di Boyolali tepatnya di desa Sambiroto, Sindon, Ngemplak, Boyolali. Mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Muhammadiyah Surakarta jurusan FKIP Bahasa Inggris. Saat ini berprofesi sebagai pengajar di SD Al-Azhar Syifa Budi Solo. Tergabung dalam komunitas menulis FLP Solo Raya. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi bersama seperti “Kapur dan Papan: Kisah Menjadi Guru” (2015), “Dupa Mengepul Di Langit” (2015), “Kapur dan Papan: Mendidik dengan Hati” (2016), “Ensiklopedi Penulis Nusantara” (2016), “Ketika Buku Berkisah Tentang Aku” (2016), “Bayang Terang Pendidikan” (2018) dan “Kaki Api” (2018) serta buku solo yang baru terbit tahun ini berjudul “Catatan Di Balik Ruang” (2020)

32 thoughts on “Seuntai Kata bernama ‘Kematian’”

    1. karena yang terbayang dalam benak kita adalah kesendirian dalam kubur, kita belum siap meninggalkan kemegahan dunia yang menipu. hal-hal yang menakutkan tentang kematian sudah kadung terpatri di otak kecil kita.

      Like

  1. Terimakasih telah mengingatkan mas.
    btw, kok mayatnya gak pakai keranda ya mas?
    Ditempat saya agak beda. Maaf sebelumnya.

    Like

    1. setiap tempat memiliki adat kebiasaan masing-masing. apalagi tentang pemakaian keranda tertutup bukanlah syarat wajib yang harus dilakukan muslim terhadap jenazah. wa’allahu’alam kawan…terimakasih kunjungannya

      Like

  2. Assalaamu’alaikum wr.wb, Ahsinmuslim…

    Senang dapat kembali aktif dan membalas kunjungan Ahsin yang lalu.
    Membaca ingatan Ahsin terhadap kematian memberi inspirasi kepada diri untuk sama-sama “berani” dan selalu mengingatinya.

    Walau takut macam manapun kita terhadap kematian sehingga ada yang tidak mahu ingat tentang kematian, kematian tetap akan berlaku tanpa kecuali.
    Kongsian hikmah di atas benar2 menyentuh hati dan mengingati diri ini agar sentiasa bersedia dengan bekalan untuk kesana.

    Semoga Allah memberkati Ahsin atas pesan dan ingatan yang baik ini.
    Salam mesra dari Sarikei, Sarawakj. 😀

    Like

  3. jadi ingat lagu ini mas.. “akan tiba masa tak ada suara dari mulut kita.. akan tiba hari mulut dikunci, kata tak tak ada lagi..”

    hmm, semoga kita terus menjadi pribadi yang lebih baik yaa mas.. semoga kelak ketika waktunya tiba, kita sudah menjadi hamba yang pantas untuk menghadapNya.. 🙂

    Like

  4. orang yang takut mati, berarti orang yang masih punya banyak dosa, belum siap dan ngerasa belum punya bekal apa-apa untuk hari nanti.

    dan itulah yang dirasakan banyak orang, termasuk saya.
    😥

    makasih remindernya mas.. 🙂

    Like

  5. kematian…adalah nasihat terbaik agar kita tetap ingat akan tujuan hidup..

    “Ya Allah..jadikan hamba termasuk orang-orang yang Husnul Khatimah.. dan jauhkan hamba ya Rabb dari su’ul khatimah..”

    amin..

    Like

  6. tidur dan kematian adalah teman dekat…
    dengannya kita memanifestasikan tujuan2 akhirat ke dunia..
    menjelma menjadi ketaatan bertumpuk2 hingga ajal menjemput..
    nice post mas…

    Like

  7. Weleh weleh.. Begini ya.. Ketika Orang Berilmu memberikan Ilmunya hanya ada 1 Kalimat “Semoga ilmu itu Berguna Untuk Orang Lain”.. 🙂

    Like

Leave a comment